Beberapa
unsur hara mikro yang berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan
tanaman, di antaranya ialah, seng, besi, tembaga, mangan, magnesium,
molybdenum, dan boron. Khusus boron, unsur itu benar-benar diperlukan
oleh kelapa sawit. Pasalnya, kelapa sawit merupakan salah satu tanaman
yang rentan apabila kekurangan boron yang bisa berdampak pada rendahnya
produktivitas tanaman.
Setidaknya,
setiap pohon kelapa sawit memerlukan 100 sampai 200 gram boron per
tahun. Sayangnya, meski Indonesia termasuk salah satu eksportir kelapa
sawit terbesar di dunia, negeri ini tidak memiliki boron secara alami.
Padahal, untuk memenuhi kebutuhan perkebunan kelapa sawit seluas 7,8
hektare saja, diperlukan suplai boron sekitar 100 ribu ton per tahun.
Mau
tidak mau kebutuhan tersebut harus dipenuhi, pasalnya boron memiliki
dua fungsi fisiologis utama yang bermanfaat bagi tanaman. Fungsi
pertama, boron bisa membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang
merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut
dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah. Proses tersebut
menyebabkan buah akan terasa lebih manis dengan aroma yang khas.
Fungsi
fisiologis kedua, yakni boron memudahkan pengikatan molekul glukosa dan
fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel. Alhasil,
tanaman pun menjadi lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Sebaliknya, apabila tanaman kekurangan unsur boron maka dinding sel yang
terbentuk menjadi sangat tipis. Selain itu, sel menjadi besar yang
diikuti dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen
karena sel menjadi retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk
mempertebal dinding sel.
Kekurangan
boron juga bisa menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat karena
unsur itu berfungsi sebagai aktifator maupun inaktifator hormon auxsin
dalam pembelahan dan pembesaran sel.
Dampak
lainnya, laju proses fotosintesis tanaman akan menurun. Hal itu
disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan
tertumpuk di daun. Umumnya tanaman yang kekurangan boron bisa diamati
dari bentuk daunnya yang tidak sempurna atau sering disebut hook leaf.
Daun muda warnanya menjadi kecokelatan dan membengkok. Selain itu, daun tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar (rounded front tip),
anak daun pada ujung pelepah berubah bentuk menjadi kecil seperti
rumput atau bristle tip, atau tumbuh rapat pendek seolah-olah bersatu
dan padat (little leaf). Ketidaksempurnaan (malformation)
bentuk daun itu berakibat pada terganggunya proses fotosintesis
sehingga buah yang terbentuk sedikit, kecil, dan berkualitas rendah.
Boron
yang telah dimurnikan biasanya berbentuk padatan hitam dengan kilap
logam dan bersifat keras serta semikonduktor itu sangat memengaruhi
metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol, dan auksin
tanaman. Lebih dari itu, unsur tersebut juga berperan dalam pembelahan,
pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran,
sertaperkecambahan serbuk sari.
Tanaman
yang mengalami defisiensi unsur hara mikro itu akan menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan jaringan meristematik (pucuk akar) terhambat,
pucuk mati, mobilitas rendah, serta buahyang sedang berkembang rentan
terserang penyakit.
Dimulai Saat Pembibitan
Lantas,
dapatkah boron diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit untuk mencegah
penurunan kualitas tanaman? Pada dasarnya ketika kelapa sawit kekurangan
boron tanda-tandanya akan cepat terlihat. Sayangnya, dalam kondisi itu
sudah terlambat untuk melakukan aplikasi sehingga harus menunggu waktu
pembualan selanjutnya.
Mekanisme
penambahan boron dapat dimulai pada saat pembibitan dengan cara
penyemprotan pada bagian daun. Selanjutnya, dilakukan proses pemupukan
dengan campuran NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium) pada bulan ke-8 dan
ke-16 dengan dosis 0,02 gram per pohon. Pada bulan ke-24 dosis pemberian
boron meningkat, menjadi 0,05 gram per pohon.
Pemberian
dosis itu tidak bisa disamakan pada semua area perkebunan kelapa sawit.
Aplikasi boron harus memperhatikan tingginya curah hujan, derajat
keasaman tanah (pH), dan kandungan material organik tanah. Baru-baru
ini, beberapa negara telah berhasil melakukan aplikasi boron pada
tanaman-tanaman pertanian atau perkebunan.
Boron
yang ditambahkan ke dalam tanaman itu di antaranya berupa sodium
tetraborate pentahydrate yang bisa langsung dimasukkan ke dalam tanah
dan disodium tetraborate pentahydrate, boron berbentuk granular yang
dicampur dengan NPK. Ada pula disodium octaborate, pupuk boron yang
larut dalam air yang diaplikasikan pada saat pembibitan tanaman.
Mengingat
boron tergolong ke dalam bahan kimia beracun dan sangat berbahaya bagi
kesehatan maupun lingkungan, maka pemerintah pun mengawasi penggunaannya
dengan ketat. Aktivitas perngadaan, distribusi, serta pengawasan
penggunaan unsur itu ha-rus sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan
No 44/M-DAG/ Per/9/2009. Adanya pengawasan tersebut diharapkan bisa
menjadikan penggunaan boron benar-benar bermanfaat, yakni meningkatkan
produktivitas kelapa sawit Indonesia dan tidak menimbulkan dampak
negatif.
Dengan
demikian, bukan tidak mungkin produksi crude palm oil (CPO) Indonesia
yang selama ini baru mencapai 2,5 juta ton per hektare per tahun bisa
menyamai, bahkan melampaui Malaysia yang mampu memproduksi CPO sebanyak 4
juta ton per hektare per tahun.
0 komentar:
Posting Komentar